Pengertian Lempeng Tektonik
Jika diartikan satu per satu berdasarkan kata penyusun “lempeng tektonik”, lempeng merupakan bagian penyusun materi bumi paling atas. Menurut Stein (2013), sebagian besar lempeng bumi memiliki ketebalan mencapai 100 km. Sedangkan tektonik merupakan suatu proses pergerakan pada kerak bumi yang menimbulkan lekukan,lipatan, patahan yang berakibat pada tinggi rendahnya permukaan bumi.
Dari penjelasan di atas, pengertian lempeng tektonik sangat erat kaitannya dengan lapisan litosfer bumi. Lapisan litosfer merupakan bagian atas bumi yang terdiri dari kerak bumi dan mantel bumi. Keduanya memiliki sifat kaku dan padat.
Oleh karena itu, bagian litosfer tersebut mengalami proses sehingga menjadi lempeng-lempeng tektonik. Dengan demikian, lempeng tektonik merupakan bagian atas bumi yang mengalami proses pergerakan sehingga menimbulkan pembentukan tinggi rendahnya suatu permukaan bumi. Hal ini berpengaruh pada penampakan permukaan bumi yang lebih dinamis.
Teori Lempeng Tektonik
Teori lempeng tektonik merupakan sebuah teori besar dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberikan penjelasan mendalam terkait fakta pergerakan besar litosfer bumi secara alami. Dalam teori lempeng tektonik juga menjelaskan interaksi-interaksi dari lempeng-lempeng tersebut. Hal ini menimbulkan beberapa asumsi yang menjadi hipotesis penelitian lebih lanjut.
Adapun asumsi-asumsi yang dimaksud ialah (a) adanya pembentukan material lempeng yang baru; (b) material listofer akan berbentuk menjadi lempeng kaku; (c) luas area permukaan bumi konstan; dan (d) lempeng litosfer dapat mentransmisikan tekanan pada jarak horizontal tanpa adanya penyambungan. Kesimpulannya adalah bahwa lapisan litosfer terbagi menjadi lempeng-lempeng tektonik. Terdapat banyak lempeng baik besar maupun kecil sesuai dengan jenis pergerakannya.
Contoh Teori Lempeng Tektonik
Teori lempeng tektonik pertama kali muncul untuk menjelaskan pergeseran benua. Seorang ahli yang bernama Alfred Wegener menulis dalam bukunya yang berjudul “ The Origin of Continents and Oceans” pada tahun 1912. Bukunya ini menjelaskan tentang teori continetal drift atau apungan benua, dimana benua-benua yang ada saat ini dulunya satu kesatuan kemudian bergerak menjauh melepaskan diri.
Telah diketahui bahwa pada mulanya semua benua menjadi satu kesatuan yang disebut dengan supercontinent atau benua super besar bernama Pangea. Namun, tak lama kemudian super benua tersebut terbagi menjadi beberapa bagian yang dinamai Gondwana dan Laurasia. Adapun pergerakan benua ini diibaratkan bongkahan es yang mengapung dan bergerak di lautan.
Oleh sebab itu, teori ini disebut juga dengan teori pengampungan kontinen. Dimana bumi tidak bersifat permanen, melainkan bergerak dan mengapung. Hingga akhirnya menjadi sebuah benua yang bersifat konstan dan kaku.
Selanjutya dijelaskan secara rinci bukti-bukti bahwa terdapat super benua atau Pangea. Bukti tersebut didukung oleh fakta-fakta di lapangan yang ditemukan oleh para ahli. Berikut bukti-bukti tersebut:
1. Kesamaan Garis Pantai
Kesamaan atau kecocokan garis pantai ini ditemukan pada benua Amerika Selatan dengan benua Afrika Barat. Dimana kedua benua ini dapat dihimpitkan satu dengan lainnya, jika melihat garis pantai yang ada. Wegener menduga bahwa awalnya kedua benua tersebut dulunya menjadi satu kesatuan, hingga ia mulai mencocokan semua garis pantai yang ada pada sebuah benua.
2. Persebaran Fosil
Telah ditemukan adanya fosil-fosil yang sama pada beberapa benua. Misalnya, fosil Mesosaurus yang tersebar pada beberapa tempat berbeda benua serta dipisahkan oleh lautan. Hal ini diasumsikan bahwa dulunya tempat-tempat tersebut dekat dan dihubungkan oleh jalur darat.
Mesosaurus merupakan suatu reptil besar yang hidup di danau air tawar dan sungai. Hidup sekitar 260 juta tahun yang lalu. Fosilnya ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
Selain itu, juga ditemukan fosil tanaman Clossoteris yang hidup sekitar 260 juta tahun lalu. Tanaman ini dapat ditemukan di benua Afrika, India, Amerika, dan Antartika. Kemudian juga ditemukan fosil reptil seperti Cynoghatus dan Lystrosaurus.
3. Kesamaan Jenis Batuan
Kesamaan jenis batuan ditemukan pada jalur pegunungan Applachian yang berada di bagian timur benua Amerika Utara. Sebaran dari pegunungan ini menyebar di timur laut, namun secara tiba-tiba jalur pegunungan ini menghilang di Newfoundlands. Kemudian ditemukan pegunungan dengan kesamaan jenis penyusun batuan di Scandinavia.
Jika diletakan pada posisi sebelum terpisah atau mengapungnya benua, maka pegunungan-pegunungan tersebut membentuk satu jalur yang menerus. Inilah salah satu cara yang digunakan untuk membuktikan teori continent drift. Yaitu dengan mempersatukan kesamaan penampakan bentuk-bentuk geologi yang dipisahkan oleh lautan.
4. Bukti Iklim Purba (Paleoclimatic)
Iklim pada masa purba menjadi bukti ilmiah yang coba dipelajari oleh para ahli geologi dan kebumian untuk membuktikan teori benua mengapung. Pada 250 juta tahun yang lalu, telah diketahui bahwa belahan bumi bagian selatan mengalami iklim dingin, seperti Antartika, Australia, Amerika Selatan, Afrika, dan India. Proses glasiasi ini terjadi terus menerusdi beberapa daerah.
Hingga akhirnya para ahli percaya bahwa daratan yang mengalami glasiasi berasal dari satu benua super besar yang sama. Kemudian benua tersebut saling terpisah dan mengapung menjadi beberapa bagian. Itulah yang memperkuat teori pengapungan benua.
5. Medan Magnet Benua (Paleomagnetisme)
Salah satu cara lainnya yang dilakukan Wegener untuk membuktikan teorinya adalah dengan menentukan intensitas serta arah medan magnet bumi. Pertama Wegener dan para ahli menentukan medan magnet purba dengan menganalisis beberapa batuan yang memiliki kandungan mineral kaya unsur besi. Pemakaian mineral kaya unsur besi ini disebut dengan fosil kompas.
Selanjutnya fosil kompas tersebut akan berperan menjadi kompas yang menunjukan arah kemagnetan. Hal ini dipengaruhi adanya komposisi basalitis. Oleh sebab itu, batuan-batuan yang telah terbentuk akan merekam arah kutub magnet pada saat dimana batuan tersebut terbentuk, sehingga ahli dapat mengetahui kesamaan arah kutub magnet dan lokasi suatu terbentuk.
Dari keseluruan bukti yang disampaikan Wegener di atas kemudian menjadi pertimbangan para ahli lainnya dalam memutuskan suatu teori. Hingga akhirnya terjadi perkembangan teori lempeng tektonik ke arah peluasan (spreading) sebagai hasil dari pergerakan vertikal (upwelling) batuan. Tetapi tidak menyepakati adanya ukuran bertambah besar bumi (expanding earth), sehingga terjadi zona subduksi dan sesar translasi.
Adanya perkembangan teori tektonik lempeng membuatnya lebih umum dan dapat diterima oleh berbagai kalangan. Dengan demikian, banyak dilakukan penelitian selanjutnya agar teori dapat diterima secara luas. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh ahli geologi Harry Hammond Hess dengan rekannya yang seorang oseanografi, Ron G. Mason.
Penelitian yang dilakukan kedua ahli tersebut bertujuan untuk menjelaskan secara mendalam terkait seafloor sprending dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal). Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa adanya mekanisme pergerakan vertikal batuan yang baru. Oleh karena itu, bumi dapat dikatakan mengalami pergeseran pada lempengnya.
Seiring dengan banyaknya penelitian perkembangan tersebut, membuat teori lempeng tektonik dianggap sebagai teori yang mutakhir dalam segi penjelasan dan prediksi. Hal ini juga disebabkan adanya anomali magnetik bumi. Dimana dapat ditemukan lajur-lajur sejajar simetris dengan magnetisasi di dasar laut pada kedua sisi mid-oceanic ridge.
Jenis-Jenis Batas Lempeng Tektonik
Terdapat tiga jenis batas lempeng tektonik berdasarkan pergerakan lempeng secara relatif terhadap satu dengan lainnya. Ketiga jenis ini erat hubungannya dengan fenomena-fenomena di permukaan bumi. Berikut penjelasannya secara rinci:
1. Batas Divergen
Batas divergen disebut juga sebagai zona pertambahan atau pembentukan lempeng baru. Batas divergen merupakan zona dimana lempeng-lempeng bergerak saling menjauh satu sama lainnya. Oleh sebab itu, bagian yang kosong karena adanya pergerakan lempeng menjauh akan terisi oleh bagian dari mantel bumi di lapisan litosfer.
Kondisi tersebut akan menyebabkan mid oceanic ridge atau rift valley. Hal tersebut membuat lempeng benua terbelah menjadi dua sehingga timbul intrusi magma pada bagian tengah lempeng yang ditinggalkan. Intrusi magma ini merupakan muncul karena adanya arus konveksi yang mendorong kedua lempeng bergerak pada arah berbeda.
Kemudian magma tersebut akan mendingin serta mengeras sehingga terciptalah litosfer samudera baru. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa evolusi batas divergen memiliki tiga tahap penting pada proses kejadiannya. Pertama, batas divergen membuat lempeng yang ada pada litosfer bergerak membelah atau menjauh satu sama lain.
Kedua, saat lempeng tersebut membelah, magma dari astenosfer akan memenuhi bagian yang kosong atau celah tersebut. Ketiga, celah tersebut akhirnya membentuk lautan sempit. Misalnya, Laut Merah dan laut sempit yang terbentuk di Teluk California.
2. Batas Konvergen
Batas konvergen merupakan suatu zona penghancuran atau pengkonsumsian. Oleh sebab itu, lempeng-lempeng pada permukaan bumi relatif saling mendekat satu sama lain. Salah satu lempeng akan masuk menghujam serta menembus mantel sehingga lempeng tersebut mengalami peleburan atau penghancuran karena suhu tinggi.
Pada zona konvergen ini banyak terjadi fenomena subduksi dan kolisi. Jika lempeng-lempeng memiliki bahan yang berat maka akan terjadi subduksi. Sedangkan jika lempeng-lempeng memiliki bahan yang ringan akan terjadi kolisi.
Gerakan kolisi di permukaan bumi dapat menimbulkan barisan pegunungan. Sedangkan gerakan subduksi menciptakan barisan pegunungan vulkanik. Selain itu, akan terjadi lipatan pada wilayah lempeng yang tertekan karena deformasi batuan.
Pergerakan lempeng pada zona konvergen dilihat dari wilayah subduksi dan kolisi. Contohnya seperti, (a) Gerakan yang terjadi antara lempeng samudera dengan lempeng samudera yang dapat membentuk sebuah pulau, misalnya Pulau Montserrat di Karibia; (b) Gerakan yang terjadi antara lempeng samudera dengan lempeng benua yang membentukan barisan pegunungan dengan aktivitas vulkanisme tinggi, misalnya Pegunungan Andes di Amerika Selatan; (c) Gerakan yang terjadi antara lempeng benua dengan lempeng benua menyebabkan litosfer zona subduksi mengalami deformasi, misalnya pembentukan Pegunungan Himalaya. Dari proses konvergen tersebut seringkali juga menciptakan pola gempa bumi dengan sebaran yang berbeda-beda di setiap daerah sesuai dengan karakteristik wilayah.
3. Batas Transform
Batas transform disebut juga dengan batas geser (Shear Boundary). Hal ini dikarenakan pada batas transform tidak terdapat litosfer yang dihancurkan maupun tidak terdapat litosfer baru yang diciptakan. Lempeng-lempeng akan cenderung bergerak secara lateral atau mendatar satu sama lainnya.
Namun pada batas ini akan banyak ditemukan patahan transform (transform fault). Misalnya seperti patahan punggung laut dengan panjang ratusan kilometer. Patahan jenis ini banyak dijumpai di wilayah Lautan Pasifik, Atlantik, maupun lautan selatan.
Selain itu, batas transform juga mengakibatkan gerakan relatif sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan) maupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan). Hal ini menciptakan sesar, seperti Sesar San Andreas di California. Perlu diingat juga Grameds, bahwa batas transform banyak terjadi di dasar laut.
SUMBER = https://www.gramedia.com/literasi/teori-lempeng-tektonik/